Powered By Blogger

Sabtu, 26 Desember 2009

Syiah Dan Sunni, Konflik Yang Direkayasa

Sekarang, mari kita kembali menganalisa sikap dan pendapat para pemimpin berbagai gerakan Islami dan pemikir Islam berkaitan dengan fitnah yang haram ini dan hiruk pikuk buatan yang sangat disesalkan ini.

Imam Syahid Hasan al-Banna, adalah pembawa panji gerakan Islam terbesar era modern dan salah satu tokoh ide kedekatan antara Syiah dan Sunni. Beliau juga merupakan salah satu pendiri dan tokoh berpengaruh dalam aktivitas “Jamaah Taqrib Baina Al-Mazhahib Al-Islamiyah” di Kairo, padahal sebagian kalangan menyebut pendekatan mazhab mustahil tercapai. Tetapi al-Banna dan sekelompok pembesar dan ulama Islam menganggapnya mungkin dan bisa terjadi. Mereka sepakat agar semua muslimin (Sunni dan Syiah) berkumpul bersama dalam keyakinan-keyakinan dan prinsip yang disepakati dan dalam hal-hal yang bukan merupakan syarat iman dan bukan bagian dari tiang-tiang agama dan secara lazim tidak mengingkari pembahasan agama yang jelas, kaum muslimin harus menghargai keyakinan masing-masing.

DR. Abdulkarim Biazar Shirazi dalam buku Wahdat Islami yang terdiri atas makalah para ulama Syiah dan Sunni yang telah dicetak dalam majalah Risalatul Islam dan telah dicetak oleh Darut Taqrib Mesir, tentang Jamaah Taqrib berkata:

“Mereka sepakat mengumumkan bahwa: Seorang muslim adalah orang yang mengimani dan meyakini Allah Tuhan alam semesta, Muhammad saw nabi yang tidak ada lagi nabi setelahnya, Al-Qur’an kitab samawi, Ka’bah kiblat dan rumah Allah, lima rukun yang diakui, hari kiamat serta melaksanakan hal-hal yang dianggap penting. Rukun-rukun ini -yang disebutkan sebagai contoh- telah disepakati oleh para peserta pertemuan, utusan-utusan mazhab yang empat dan utusan-utusan Syiah dari mazhab Imamiah dan Zaidiyah.”[2]

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Syaikh al-Azhar yang juga Otoritas Fatwa Tertinggi saat itu, Imam Besar Abdulmajid Salim, Imam Mustafa Abdurrazzaq dan Syaikh Shaltut.

Penulis memang tidak menemukan info sempurna tantang peranan khusus Imam Syahid Al-Banna dalam hal ini, tetapi salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin Ustad Salim Bahansawi dalam bukunya berkata:

“Sejak Jamaah Taqrib antara mazhab-mazhab Islam didirikan dan Imam Hasan al-Banna dan Ayatullah Qumi berperan dalam pendiriannya, kerja sama antara Ikhwanul Muslimin dan Syiah tercipta, yang pada kelajutannya terjadi kunjungan Syahid Nawwab Safavi ke Mesir pada tahun 1954.[3] Dalam kitab itu, dia melanjutkan: “Tidak heran jika garis kebijakan dan metode kedua kelompok berakhir dengan kerja sama ini.”

Demikian pula, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam ritual haji tahun 1948 Masehi, Imam al-Banna bertemu dengan Ayatullah Kasاani, ulama besar Syiah, dan di antara keduanya tercapai beberapa kesepakatan.

Salah satu tokoh kontemporer dan berpengaruh Ikhwanul Muslimin dan salah satu murid Imam Syahid adalah Ustad Abdul Muta’al Jabri yang menurut kutipan Roober Jakcson, menulis dalam bukunya:

“Jika usia pria ini -Hasan al-Banna- panjang mungkin saja mayoritas muslimin, hal-hal penting bagi kedua negara ini akan terwujud, khususnya jika Hasan Al-Banna dan Ayatullah Kashani, tokoh Iran, sepakat dalam penghapusan masalah pertentangan (ikhtilaf) antara Syiah dan Sunni. Keduanya bertemu pada ritual haji tahun 1948 Masehi dan kelihatannya telah menyepakati beberapa poin penting, tetapi Hasan Al-Banna telah diteror tidak pada waktunya.”[4]

Ustad Jabri menjelaskan: “Ucapan Weber benar, dengan insting politiknya dapat dirasakan usaha Imam dalam pendekatan mazhab-mazhab Islam. Jadi jika dia sadar dengan peranan besar Imam al-Banna dalam hal ini (yang waktu ini bukan saatnya membahas tentang bagaimana pernanan itu), apa yang akan dikatakannya?”

Dari beberapa hal ini, kita bisa menarik beberapa hakikat penting, antara lain:

  1. Setiap Syiah dan Sunni memandang satu sama lainnya sebagai muslim.
  2. Pertemuan dan kesepakatan kedua ulama ini dan menyingkirkan pertentangan adalah hal penting dan tidak bisa diingkari dan tanggung jawab ini berada di pundak gerakan islami yang sadar dan berpegang teguh pada perjanjian.
  3. Imam Syahid Hasan al-Banna juga telah berusaha sekuat mungkin dalam masalah ini.

DR. Ishaq Musawi Husaini, dalam kitab al-Ikhwanul Muslimin…Kubra Al-Hakarat Al-Islamiyah Al-Haditsah[5] menulis: Sebagian mahasiswa (Syiah) yang sedang belajar di Mesir telah bergabung dengan Ikhwan. Ketika Nawwab Safavi mengunjungi Suriah dan bertemu dengan Mustafa Subai, Sekjen Ikhwanul Muslimin di sana, Subai kepada Nawwab mengadukan kekecewaannya terhadap sikap sebagian pemuda Syiah yang bergabung dengan gerakan sekuler dan nasionalis. Nawwab Safavi naik ke atas mimbar dan di depan kelompok Syiah dan Sunni berkata: “Siapa saja yang ingin menjadi Syiah hakiki Ja’fari harus bergabung dengan barisan Ikhwanul Muslimin”. Tapi, siapakah Nawwab Safawi? Dia adalah pimpinan organisasi “Martir-Martir Islam” yang Syiah.

Ustad Muhammad Ali Dhanawi, mengutip dari Bernard Louis: “Selain mengikuti mazhab Syiah, mereka juga memiliki ide tentang persatuan Islam dan memiliki banyak kesamaan dengan Ikhwan Mesir dan mereka saling berhubungan.”[6] Ketika menganalisa prinsip dasar organisasi Martir-Martir Islam, Ustad Dhanawi menemukan bahwa:

“Pertama: Islam adalah sebuah sistem integral bagi kehidupan. Kedua: Kecenderungan terpecah belah dalam berbagai firqah di kalangan muslimin yaitu Sunni dan Syiah adalah kecenderungan yang tertolak.” Kemudian, dia mengutip ucapan Nawwab: “Mari kita upayakan persatuan Islam dan kita lupakan segala sesuatu yang bukan bagian dari jihad kita demi kemuliaan Islam. Apakah belum tiba saatnya kaum muslimin memahami hakikat dan meninggalkan pertentangan antara Syiah dan Sunni?”

Ustad Fathi Yakan menjelaskan peristiwa kunjungan Nawwab Safawi ke Mesir dan semangat serta sambutan Ikhwanul Muslimin ketika menyambutnya. Kemudian, berkaitan dengan hukuman mati dari Syah untuk Nawwab, dia berkata:

“Hukuman zalim ini diprotes dengan sangat keras di negara-negara Islam. Kaum muslimin dari seluruh dunia yang menghargai keberanian dan jihad Nawwab Safavi sangat terguncang dan menentang hukum tersebut serta mengutuk hukuman mati yang dijatuhkan atas mujahid mukmin itu lewat telegram. Hukuman mati Nawwab Safavi merupakan peristiwa tragis dalam era kontemporer.”[7]

Demikianlah, bukan hanya seorang muslim Syiah yang dalam pandangan Ustad Fathi Yakan dianggap sebagai salah satu syuhada Ikhwan, tetapi dia yakin bahwa Nawwab dan para pendukungnya telah bergabung bersama rombongan syuhada dengan kesyahidan mereka. Syahid-syahid kekal yang darahnya akan menjadi pelita yang akan menerangi jalan kebebasan dan pengorbanan para generasi muda. Dan memang demikian adanya, dan tidak lama setelah itu terjadi Revolusi Islam yang menghantam kekuasaan Syah yang despotik. Syah terkatung-katung dan terusir. Dan terwujudlah firman Allah swt:

وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ، إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنصُورُونَ، وَإِنَّ جُندَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ [8]

Demikianlah, janji Kami tentang hamba-hamba yang Kami utus. Sesungguhnya mereka akan tertolong dan pasukan Kami pasti akan menang.

Setelah pengumuman tentang pengakuan eksistensi rezim zionis Israel oleh Iran di zaman rezim, Ustad Fathi Yakan berkata:

“Bangsa Arab semestinya mencari Nawwab dan para pendukungnya di Iran. Tetapi negara-negara Arab tidak juga memahaminya sampai saat ini dan tidak mengetahui bahwa gerakan islamiyah adalah satu-satunya penolong dalam masalah-masalah muslimin di luar Arab. Apakah Nawwab lain akan muncul di Iran?”[9]

Oleh karena itu, Ustad Yakan sedang menanti Nawwab lain. Jadi -sumpah demi Allah- mengapa ketika Nawwab dan orang yang lebih besar dari Nawwab datang, sebagian marah dan sebagian lagi malah menjadi demam?!

Majalah al-Muslimun yang diterbitkan Ikhwanul Muslimin, dalam salah satu edisinya berjudul “Bersama Nawwab Safavi” menulis: “Syahid yang mulia, Nawwab Safavi, memiliki hubungan erat dengan al-Muslimun dan pada bulan Januari 1954 Masehi tinggal kantor majalah di Mesir sebagai tamu.”[10]

Kemudian, berkaitan dengan pendapat Nawwab tentang para tahanan dari kelompok Ikhwan, majalah ini menulis:

“Ketika pembesar-pembesar Islam di mana saja menjadi sasaran para taghut, kaum muslimin harus menutup mata dari perselisihan antara mazhab dan harus bersama-sama merasakan penderitaan dan kesedihan saudara-saudaranya yang dizalimi ini. Tidak bisa diragukan lagi bahwa dengan perjuangan Islam, kita bisa menggagalkan usaha musuh untuk menciptakan perpecahan di antara kaum muslimin. Keberadaan berbagai mazhab dalam Islam bukanlah bahaya dan kita juga tidak bisa menghapuskan mazhab-mazhab itu. Apa yang harus kita cegah adalah penyalahgunaan kondisi ini oleh kalangan tertentu.”[11]

Di akhir makalah, majalah ini mengutip ucapan Nawwab Safavi:

“Kami yakin bahwa kami pasti akan terbunuh. Jika tidak hari ini, mungkin besok. Tetapi darah dan pengorbanan kami akan menghidupkan Islam dan akan membangkitkan Islam. Islam hari ini membutuhkan darah dan pengorbanan, tanpa keduanya, Islam tidak akan pernah bangkit lagi.

Sebelum kita akhiri pembahasan tentang hubungan Ikhwanul Muslimin dengan Syiah, kami harus menyebutkan bahwa Ustad Abdul Majid al-Zandani, Sekjen Ikhwanul Muslimin -sampai dua tahun lalu- yang berada dalam tahanan di Utara Yaman adalah Syiah[12] dan sebagian besar anggota Ikhwan di Utara Yaman adalah Syiah.

Sekarang, kita kembali ke masalah Jamaah Taqrib agar kita bisa mendengar ucapan anggota penting Jamaah, pemimpin besar, Mahmud Syaltut, Syaikh Al-Azhar. Dia berkata:

“Saya meyakini ide taqrib ini sebagai sebuah garis kebijakan yang benar dan sejak awal saya ikut berperan dalam Jamaah.”[13]

Kemudian beliau berkata:
“Al-Azhar Al-Syarif saat ini mengakui hukum dasar (dasar taqrib di antara pemeluk berbagai mazhab) dan akan menganalisa fikih mazhab-mazhab Islami dari Sunni sampai Syiah; analisa yang berlandaskan dalil dan argumentasi serta tanpa mengedepankan fanatisme kepada ini dan itu.”[14]

Selanjutnya beliau berkata:

“Andai saya bisa berbicara pada pertemuan-pertemuan Daruttaqrib. Saat itu, ketika seorang warga Mesir duduk berdampingan dengan seorang warga Iran atau Libanon atau Pakistan atau utusan negara-negara lainnya, dari Mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali duduk mengitari meja di sisi pemeluk mazhab Imamiah dan Zaidiyah, dan terdengarlah suara-suara yang mengungkapkan keilmuan, tasawwuf dan fikih serta ruh persaudaraan, rasa persatuan, cinta dan kerjasama di dalam bidang ilmu dan irfan.”[15]

Syaikh Syaltut mengisyaratkan bahwa sebagian kalangan yang menyangka bahwa tujuan dari ide taqrib adalah menghapuskan mazhab atau menggabungkan satu mazhab dengan mazhab lainnya, beliau berkata:

“Orang-orang yang berpikiran sempitlah yang memerangi ide ini, sebagaimana kelompok lain yang memeranginya karena kepentingan. Tidak ada satu ummatpun yang tidak memiliki orang-orang seperti ini. Mereka yang melihat keberlangsungan dan kehidupannya ada di dalam perpecahan akan memerangi ide taqrib dan orang-orang berhati busuk, pemuja hawa nafsu dan mereka yang memiliki kecenderungan tertentu juga akan memeranginya. Mereka ini adalah orang-orang yang menjual penanya demi politik perpecahan! Politik yang memerangi setiap gerakan perbaikan baik secara langsung atau tidak langsung dan menghalangi setiap perbuatan yang dapat menimbulkan persatuan kaum muslimin.”

Sebelum saya menutup pembicaraan tentang al-Azhar, mari kita dengarkan fatwa yang dikeluarkan Syaikh Syaltut tentang mazhab Syiah. Dalam fatwa itu disebutkan:

“Mazhab Ja’fari yang terkenal dengan mazhab Syiah 12 Imam, adalah mazhab yang sama seperti mazhab Ahli Sunnah, beribadah dengan mazhab tersebut dibolehkan dalam syariat. Kaum muslimin harus mengetahui hal ini dan terbebas dari fanatisme yang salah berkaitan dengan mazhab tertentu, sebab agama dan syariat Allah tidak tergantung pada satu mazhab khusus atau terbatas pada satu mazhab saja. Karena semua telah berjtihad dan karena itu mereka diterima di sisi Allah.”[16]

Mari kita tinggalkan Jamaah Taqrib dan kita akan sampai pada pemikir-pemikir Islam yang tak terhingga, kita mulai dari Syaikh Muhamamd Ghazali, beliau berkata:

“Keyakinan (akidah) juga tidak bisa aman dari gigitan kerusushan sebagaimana yang dialami oleh politik dan pemerintahan, sebab syahwat-syahwat yang menginginkan keutamaan dan dominasi dengan paksaan telah memasukkan hal-hal lain dalam keyakinan, dan sejak saat itulah kaum muslimin terbagi menjadi dua bagian besar Syiah dan Sunni. Padahal kedua kelompok ini mengimani Allah yang esa dan kenabian Muhammad saw dan masing-masing tidak mempunyai kelebihan apapun dalam unsur-unsur akidah yang menyebabkan kekokohan agama dan menimbulkan kebebasan.[17]

Dalam lembar yang sama dalam bukunya, dia menambahkan:
“Meskipun dalam beberapa bagian hukum-hukum fikih saya memiliki pendapat yang bertentangan dengan Syiah, tetapi saya tidak yakin bahwa orang yang bertentangan pendapat dengan saya adalah orang berdosa. Posisi saya di hadapan sebagian pendapat fikih yang banyak diamalkan di kalangan Ahli Sunnah juga demikian.

Di bagian lain bukunya, dia berkata:
“Akhirnya, perpecahan antara Syiah dan Sunni mereka hubung-hubungkan dengan ushul akidah agar agama yang satu kembali terkoyak dan ummat yang satu bercabang menjadi dua bagian dan satu bagian mengintai bagian lainnya bahkan menantikan kematian bagian lainnya! Barang siapa yang membantu pengelompokan ini walau dengan dengan satu kata, maka dia akan masuk dalam ayat ini:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمْ وَكَانُواْ شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ[18]

Mereka yang memecah belah agama dan menjadi berkelompok-kelompok di dalamnya mereka itu bukan bagian darimu. Allah yang akan mengurus mereka dan akan menyadarkan mereka lewat siksaan dari apa yang mereka telah lakukan.

Ketahuilah bahwa mengkafirkan orang lain terlebih dahulu saat berdialog adalah mudah dan membuktikan kekafairan lawan bisa dilakukan di tengah hangatnya pembahasan lewat ucapan lawan sendiri.[19]

Kemudian, Syaikh Muhammad Ghazali kembali berkata:
“Dalam kedua kelompok, hubungan keduanya dengan Islam berdasarkan iman kepada kitabullah dan sunnah nabi dan secara mutlak sama-sama menyepakati ushul-ushul mayoritas agama. Jadi dalam furu dan syariat mereka menjadi bercabang-cabang. Mereka sepakat bahwa mujtahid akan mendapat pahala baik jika ijtihadnya benar atau salah. Ketika kita memasuki fikih praktis dan perbandingan, dan jika kita analisa antara pendapat ini dan itu, atau menilai mana hadis shahih dan dhaif, maka kita akan melihat bahwa jarak antara Syiah dan Sunni sama seperti jarak antara fikih mazhab Abu Hanifah, Maliki atau Syafii. Kita harus melihat sama semua orang yang mencari hakikat meski cara dan metode mereka berbeda-beda.”[20]

Dalam kitab Nazarat fil Qur’an, kita dapat melihat Syaikh Ghazali membawa salah satu ucapan ulama Syiah dan salah satu catatan pinggir kitab itu, Ghazali berkata:

“Dia adalah salah satu faqih dan sastrawan besar Syiah. Kita akan membahas semua ucapannya, sebab sebagian orang-orang yang belum matang pikirannya menyangka bahwa Syiah bukanlah Islam dan telah melenceng dari Islam. Dalam bab I’jaz akan disebutkan materi yang akan membuat kita lebih mengenal Syiah.”[21]

Dalam catatan pinggir dari salah satu halaman bukunya, ketika memperkenalkan seorang ulama lainnya (Hibbaddin Husaini Syahrestani), Ghazali berkata:

“Dia adalah salah satu ualam besar Syiah dan kami sengaja membawa ringkasan ucapannya di sini agar pembaca muslim mengetahui dengan jelas ketinggian ilmu ulama ini tentang esensi I’jaz dan tingkat kesucian kitabullah di kalangan kaum Syiah.”[22]

Oleh karena itu, Syaikh Ghazali yang merupakan salah satu pemikir Ikhwanul Muslimin terpenting berbicara demikian tentang Syiah dan menyingkirkan seluruh dugaan sederhana sehingga nilai hakikat mampu menepis kegelapan karena kejahilan, dendam dan kebutuhan orang-orang yang berpikiran sempit.

DR. Subhi Shaleh—salah satu ulama terkenal Libanon—berkata: “Dalam hadis-hadis para Imam Syiah yang diriwayatkan tak lain adalah hadis-hadis yang sesuai sunnah Nabi.”[23] Kemudian dia menambah: “Sumber kedua syariat setelah kitabullah adalah sunnah Nabi yang memiliki kedudukan sangat tinggi di sisi mereka.”

Ustad Said Hawi—salah satu mantan pemimpin Ikhwanul Muslimin Suriah—ketika berbicara tentang bagian-bagian manajemen Darul Islam ketika diperluas dari bentuk federal berkata:

“Secara ilmiah, kondisi dunia Islam saat ini adalah bahwa Islam tersusun atas mazhab-mazhab fikih atau mazhab-mazhab akidah. Dan setiap mazhab berkuasa di daerah-daerah tertentu. Apakah ada uzur syar’i yang membuat hal ini menghalangi jalan untuk memperhatikan hal ini dalam pembagian manajemen? Jadi sebuah daerah yang memiliki satu bahasa harus memiliki satu kawasan pemerintahan. Setiap kawasan memilih sendiri pemimpinnya dan dalam saat yang sama kawasan ini masih berada di bawah pengawasan pemerintahan pusat.”[24]

Pengakuan jelas ini berasal dari salah satu pembesar Ikhwanul Muslimin saat ini tentang beragamnya mazhab misalnya Syiah yang tidak merusak Islam, masyarakat dan agama dan jika Syiah mendirikan Darul Islam, maka harus ada kawasan pemerintahan independen dan pemimpinnya.

DR. Mustafa Syaka’ah, salah satu peneliti muslim berkata:
“Mazhab Syiah Imamiah adalah syiah yang terkenal dan sedang hidup di tengah-tengah kita bahkan kita memiliki hubungan kasih sayang dengan mereka. Mereka juga berusaha mewujudkan pendekatan berbagai mazhab sebab intisari agama dan itu adalah satu dan asas agama yang kokoh. Dan agama tidak mengizinkan para pemeluknya menjauh satu sama lain.”[25]

Kemudian, tentang kelompok yang merupakan mayoritas penduduk Iran ini dan tentang keadilan mereka, berkata:

“Mereka lepas tangan dari ucapan-ucapan yang terucap dari berbagai firqah dan menganggapnya kufur dan sesat.”[26]

Syaikh mulia Imam Muhammad Abu Zuhrah dalam kitab Tarikh al-Mazhahibul Islamiyyah berkata: “Tidak bisa disangkal lagi bahwa Syiah adalah salah satu firqah Islam. Tentu saja kita harus memisahkan firqah Sabaiah yang yang mengakui Ali sebagai Tuhan dari Syiah (dan sudah jelas bahwa Sabaiyah adalah kafir di mata Syiah).[27] Dan tidak bisa diragukan lagi bahwa seluruh akidah Syiah berdasarkan nash al-Qur’an atau hadis-hadis yang dinisbahkan kepada Nabi.” Dia juga berkata:”Mereka menyayangi tetangganya yang sunni dan tidak menjauhi mereka.”[28]

DR. Abdulkarim Zaidan, salah satu pemimpin penting Ikhwanul Muslimin Irak menulis:
“Mazhab Ja’fari ada di Iran, Irak, India, Pakistan, Libanon dan Suriah atau negara-negara lainnya. Antara fikih Ja’fari dan mazhab lainnya tidak lebih dari perbedaan antar mazhab dengan mazhab lainnya.”[29]

Ustad Salim Bahansawi yang merupakan salah satu pemikir Ikhwan, dalam kitabnya yang penting السنة المفترى عليها membahas masalah ini dengan terperinci, dan ketika menjawab klaim orang-orang yang mengatakan bahwa Syiah memiliki Qur’an lain selain Qur’an kita, berkata:”Qur’an yang ada di kalangan Ahli Sunnah adalah Qur’an yang ada di masjid dan di rumah-rumah orang Syiah.”[30] Dia juga berkata: “Syiah Ja’fari (12 Imam) meyakini bahwa barang siapa yang mentahrif Quran yang turun kepada mereka dari awal Islam adalah kafir.[31]

Dia melanjutkan jawabannya kepada Muhibuddin Khatib dan Ihsan Ilahi Zahir tentang tahrif Qur’an dan membawakan risalah di halaman 68-75 dalam kitabnya yang mengandung pendapat mayoritas ulama dan mujtahid Syiah berkaitan klaim ini. Dan dia membawa ucapan Ayatullah Khui:”Apa yang sudah diketahui adalah bahwa tidak terjadi tahrif dalam Qur’an dan apa yang kita miliki, adalah Qur’an yang turun kepada Nabi Muhammad saw.”[32]

Dan dia menukil ucapan Syaikh Muhammad Ridha Muzaffar—ulama terkenal Syiah asal Irak: “Apa yang ada di tangan kita dan yang kita baca adalah Qur’an yang turun kepada Nabi. Dan barang siapa yang mengklaim hal selain ini adalah pembohong dan pembuat mughalathah. Ucapan mereka tentang tahrif Qur’an ini keluar telah dari jalan yang benar.
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ

Kemudian, dia juga menukil dari Kasyiful Ghita: “Semua meyakini dan berijma bahwa tidak ada kekurangan, tambahan dan tahrif dalam al-Qur’an.”

Tentu saja pendapat-pendapat lain masih banyak dalam halaman buku yang disebutkan di atas, jika berminat silahkan merujuk buku tersebut.

Berkaitan dengan sebagian riwayat tidak benar yang mungkin saja digunakan sebagian kalangan sebagai dalil, harus dikatakan bahwa hadis-hadis ini adalah tertolak. Hadis-hadis demikian juga ada di kalangan Ahli Sunnah dan mereka juga menolak hadis-hadis tersebut.”[33]

Tentang ishmat, Ustad Bahansawi berkata:
“Ishmat yang diingkari Ahli Sunnah tidak akan berakhir dengan pengkafiran satu sama lainnya jika kedua mazhab memahaminya sebagaimana yang dimaksud oleh mazhab 12 Imam. Sebab makna ishmat yang diakui oleh Syiah 12 Imam tidak termasuk sebagai hal-hal yang keluar dari agama dalam Ahli Sunnah. Pengingkaran ishmat adalah hal pandanagn dan pemikiran, sebab tidak ada dalam nash-nash yang yang diyakini oleh Ahli Sunnah. Dan sebagaimana sudah jelas, kekafiran hanya akan terjadi jika terjadi pengingkaran atas hal-hal yang pasti dalam Qur’an dan hadis dan si pengingkar juga mengetahui masalah ini. Jadi, jika si pengingkar tidak tahu atau meyakini ketidakshahihan riwayat maka dia tidak kafir meskipun kita tidak mengajukan dalil syar’i kepadanya.”[34]

Setelah Ustad Bahansawi, mari kita menuju Ustad Anwar Jundi dan kitabnya al-Islam wa Harikah Tarikh. Dia berkata:
“Sejarah Islam penuh dengan pertentangan dan perseteruan pikiran serta pertikaian politik antara Ahli Sunnah dan Syiah. Para agressor asing sejak Perang Salib sampai sekarang selalu berusaha memanfaatkan pertentangan ini dan memperdalam pengaruhnya agar persatuan dunia Islam tidak sempurna. Oleh karena itu, gerakan pro Barat dalam rangka memecah belah antara Ahli Sunnah dan Syiah menciptakan permusuhan di antara keduanya. Ahli Sunnah dan Syiah memahami bahwa ini adalah skenario, maka mereka pun berusaha mempersempit arena pertentangan

Jumat, 25 Desember 2009

Terbelahnya Suni dan Syi'i

Terbelahnya Suni-Syiah : Sebuah Realitas Ambiguis Oleh: Warsono

Pengantar
Mencermati diskusi-diskusi di komunitas My Quran (sebuah portal diskusi online),di antara topik yang paling hangat dan menyedot perhatian adalah diskusi antar aliran, khususnya Suni-Syiah. Dan lebih khusus lagi, topik ini menjadi sangat dinamis karena semangatnya teman-teman Salafi untuk berusaha menunjukkan "kesesatan" Syiah, yang baginya sangat jelas. Tapi bagi temen-teman Syiah, justru "kepicikan" temen-teman Salafi itu yang sangat nyata.

Sebenarnya perbedaan Suni-Syiah, adalah sejarah yang sangat panjang. Masing-masing aliran sudah melalui konsolidasi baik secara teologi, fiqh, keilmuan, ideologi, maupun bangunan sosial. Masing2 sudah memiliki ribuan "Ayatullah" atau "Syaikhul Islam" yang sangat otiritatif, dengan buku2 ratusan ribu jilid.

Kalau kita teliti lebih dalam, agama atau keyakinan apa pun, termasuk Islam, tidak lepas dari ambiguitas, multitafsir. Sehingga dalam sejarah semua agama besar, selalu muncul aliran2 yang masing-masing merasa benar. Kristen, misalnya adalah agama yang alirannya sudah sangat banyak. Begitu juga Islam, dalam sejarah awal pun telah terbelah menjadi 2 kekuatan besar Suni dan Syiah. Masing-masing mengkonsolidasikan diri termasuk konsolidasi kekuatan.

Perbedaan makin tajam, karena ada perasaan yang "umum" yang menganggap kelompok lain itu sebagai musuh dalam selimut dan bahwa musuh dalam selimut lebih berbahaya daripada musuh dari luar. Sehingga tidak aneh perbedaan dalam satu agama lebih "ramai" daripada antar "agama". Dalam sejarah kristiani, perbedaan antar kaum Katholik dan Protestan menimbulkan peperangan besar di Eropa. Di Skotlandia, puing-puing peperangan antar kedua kelompok menjadi salah satu tujuan wisata, yang memberi pelajaran pentingnya toleransi agama.

Sumber Ambiguitas Agama
Kalau kita telisik lebih jauh, sumber dari ambiguitas agama ada 3. Pertama, ambiguitas tafsir text. Kedua, ambiguitas sejarah. Ketiga, ambigiutas politik.

Ambiguitas tafsir text sulit dihindari karena Kitab Suci Al-Quran maupun hadis Nabi, seperti juga semua kitab suci agama lain, banyak menggunakan bahasa2 halus dan tinggi, yang memerlukan tafsir untuk menjelaskan, menjabarkan atau memberi arti. Nah, dari sinilah timbul berbagai tafsir dan pendapat. Sebagai contoh, ayat: "tanyalah kepada ahli dzikr, jika kamu tidak tahu". Pertanyaannya: Siapakah ahli dzikir itu? Kaum Syiah memberi arti Ahlul Bait, sedang ahlu sunah memberi arti umum yaitu para ulama, adapun kaum sufi memberi arti lain. Ayat ini memberi implikasi perbedaan siapa yang dirujuk (pola anutan).

Contoh lain, ayat yang penting bagi kalangan Syiah, " Sesungguhnya Aku hendak mensucikan kamu, hai Ahlul Bait, sesuci-sucinya". Kaum Syiah menjadikan ayat ini sebagai basis kema'shumam Ahlul bait, sedang kaum Ahlu Sunah tidak terlalu menjadikannya pokok bahasan. Perbedaan kedua dalam memaknai ayat ini adalah dalam memaknai siapakah Ahlul Bait? Yang menarik, Hadis Muslim (yang oleh kaum Suni dianggap kedua paling valid) tentang Tsaqalain (dua pusaka/ pegangan), " Aku tinggalkan dua pusaka (tsaqalain), yang pertama Al-Quran .... yang kedua Ahlul bait Nabi", tidak populer di kalangan Ahlu Sunah. Mereka lebih suka merujuk pada hadis lain, " Al-Quran dan Sunah-ku".

Ambiguitas tidak hanya karena perbedaan memaknai ayat (text), tetapi juga text mana yang dijadikan prioritas. Contoh sederhana tentang dalil klaim keselamatan (firqah najiah). Bagi kaum Suni sangat populer hadis tentang 73 golongan, dengan satu yang selamat, yaitu Ahlu Sunah wal jamaah. Sedang kaum Syiah populer dengan hadis, "Ahlul baitku laksana bahtera Nuh, siapa yang masuk ke dalamnya akan selamat".

Contoh yang lain tentu sangat banyak, tetapi intinya adalah perbedaan memaknai dan memilih text/nash menjadi penyebab utama timbulnya perbedaan mazhab. Ini tidak berlaku pada umat Islam, tetapi juga kaum agama lain.

Yang kedua ambiguitas sejarah. Dalam perjalanan umat manusia, sejarah bukan hanya berarti apa yang terjadi, tetapi juga menjadi basis keberadaan (raison d'etre) dari suatu kelompok. Tidak heran betapa Orde Baru, mengambil angle-angle sejarah tertentu dengan tafsirnya untuk mengukuhkan kekuasaannya. Begitu juga dalam sejarah aliran Islam. Banyak kejadian sejarah, yang mungkin kejadiannya diakui semua tetapi dimaknai secara berbeda. Misalnya: Kasus pertemuan di Bani Saqifah untuk mengangkat Abu Bakar, Pertentangan Abu bakar dengan Fatimah, tertundanya baiat Ali, Perang Unta, Perang Sifin, dan lain-lain. Kejadiannya itu sendiri mungkin diakui oleh kedua kelompok, tetapi mengapa, apa latar belakangnya, apa motivasinya, dimaknai secara sangat berbeda bagi kedua kelompok.

Bagi kaum Syiah dengan tafsirnya sendiri kejadian-kejadian itu menjadi patokan kebenaran ajaran Syiah. Namun, dengan tafsir yang berbeda kejadian itu menjadi dasar kebenaran bagi kaum Ahlu Sunah. Dan sebanarnya itu hal yang lumrah saja, jangankan kejadian yang sudah terjadi ratusan tahun, wong apa yang menjadi penyebab G-30-S yang baru puluhan tahun saja, menjadi kontroversi hingga kini...
yang ketiga adalah faktor politik. Faktor ini berpengaruh besar pada perkembangan agama. Faktor politik berpengaruh pada dua hal, pertama perkembangan agama. Ini tidak hanya terjadi pada kasus Islam. Agama Budha menjadi meluas setelah mendapat dukungan politik dari salah satu raja di India, begitu juga Kristen. Nah, dalam sejarah Islam kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abasiyah juga berpengaruh besar terhadap perkembangan Islam.

Namun kekuatan politik tidak hanya berpengaruh terhadap meluasnya Islam, tetapi juga memberi warna terhadap corak aliran Islam. Pada awalnya, pada masa Muawiyah dan Yazid misalnya penekanan terhadap kelompok Ali sangat nyata hingga ke mimbar-mimbar agama dalam bentuk pelaknatan terhadap Ali sebagai musuh politik Muawiyah. Namun, upaya itu dikoreksi oleh Umar bin Abdul Aziz, salah satu raja dinasti Umayah yang tekenal bijak, yang menandai sedikit rekonsiliasi dengan kekuatan Ali. Pada masa Umar bin Abdul Azis inilah basis keyakinan Ahlu Sunah terkonsolidasi dengan pengakuan Ali sebagai satu dari empat khulafaur-Rasydin. Kekuasaan Dinasti Umayah diakui atau tidak memberi jalan besar bagi dominannya kekuatan Ahlu Sunah. Sedang pada sebagian masa kekuasaan Abasiyah, berpengaruh bagi lahirnya kekuatan rasionalitas Islam (Mu'tazilah) meski hanya sebentar.

Contoh agak akhir pengaruh kekuatan politik terhadap perkembangan aliran Islam adalah kemenangan Ibnu Saudi di semenanjung Arab yang menjadi basis kekuatan aliran Salaf vis-a-vis Suni tradisional yang didukung Khilafah Usmaniah yang hampir kolaps. Karena Dinasti Ibnu Saud adalah pendukung utama pandangan Muhamad bin Abdul Wahab. Semangatnya aplikasi ajaran Wahabi ini hampir2 saja raja Saudi hendak meratakan kuburan Nabi SAW, kalau tidak diprotes ulama tradisional seluruh dunia, termasuk NU dari Indonesia. Posisi strategis Arab Saudi, juga banyak berpengaruh terhadap meluasnya paham Salaf di dunia.

Di sisi lain, revolusi Islam Iran pimpinan Ayatullah Khumaini merupakan titik picu terkenalnya paham Syiah, sekaligus "ketakutan" dunia Suni terhadap meluasnya paham Syiah. Di Indonesia, meski secara jumlah paham Syiah tidak terlalu banyak, namun pengaruhnya di sisi intelektual sangat besar.

Dengan demikian, diakui atau tidak ajaran agama yang kita anut sekarang ini adalah adalah sudah melalui "bungkus" perkembangan yang sangat lama, yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Dan itu alamiah, tidak hanya dialami oleh Islam, tetapi seluruh agama besar.Bagaimana nasib hubungan antar aliran dalam Islam

Menyatukan paham umat Islam, dalam arti alirannya, adalah gagasan yang tidak masuk akal. Tetapi gagasan untuk menyatukan kekuatan antara aliran-aliran dalam Islam adalah hal yang masih mungkin dicapai, walau tidak mudah. Untuk kasus Indonesia, NU-Muhamadiyah sebagai faksi terbesar umat Islam di Indonesia adalah contoh yang baik hubungan antar aliran, meski masih dalam satu payung Ahlu Sunah.

Keduanya bisa berhubungan harmonis, tanpa harus melebur, karena memang keduanya memiliki paham yang berbeda. Banyak bidang dalam amal ibadah yang bisa dilakukan bersama atau bersinergi oleh kedua eksponen utama umat Islam di Indonesia. Sikap menghargai, tidak menganggu, menjaga silaturahmi, itu saja sudah kekuatan yang luar biasa bagi umat Islam di Indonesia.

Nah, dalam sekala global. Diantara Kaum Suni (kira2 80% umat Islam) dan Syiah (mungkin 20 %) kalau bisa bersikap saling menghargai, dan tidak saling curiga saja. Itu sudah kekuatan yang luar biasa. Saya yakin Israel dan Amerika tidaklah seberani sekarang merendahkan umat Islam.

Teologi Silaturahmi
Untuk keperluan ini, saya ingin ikut mendukung, katakanlah "Teologi Silaturahmi". Ini adalah landasan bersikap terhadap sesama muslim apapun alirannya, apapun aqidahnya. Sebagaimana pemahaman saya atas ayat Al-Quran:

"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (QS. 49:10)

Saya memimpikan bahwa semua umat Islam bisa menerima dan saling bersilaturahmi dengan baik, apa pun aliran dan madzhabnya, tanpa banyak syarat-syarat. Sepanjang dia mengaku muslim, menjadikan Quran sebagai pedamannya, menjujung tinggi Rasulullah SAW, dia adalah Saudara saya. Meski pahamnya kelihatan aneh di telinga saya, cara beribadahnya tampak lucu dari kaca mata saya, dia adalah saudara saya. Yang punya hak untuk saya dengar, saya bantu, saya hargai dan saya perlakukan selayaknya saudara. Tidak perlu saya banyak curiga, mencari-cari kesalahan sebagaimana lanjutan ayat yang indah ini:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. 49:11)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. "(QS. 49:12)

Untuk itu dada kita harus lebar, mempunyai tingkat toleransi atau "range of tolerance" yang lebar. Manusia itu sangat beragam, memiliki latar belakang, pengalaman, kecenderungan yang berbeda-beda. Namun sepanjang mereka muslim, mereka adalah saudara kita.
Ide ini sepenuhnya mengadopsi ide Alm. Dr. Kuntowijoyo (Beliau adalah salah satu "guru" saya, dan saya mohon maaf kepada Beliau kalau saya salah mengartikan dan menafsirkannya). Terinspirasi dari teori Sosiologi A. Comte kacamata terhadap agama ada 3 tingkatan, pertama mithologi, kedua ideologi, dan ketiga ilmu/sains.

Kacamata mithologi memandang agama penuh dengan mithos-mithos yang tak tersentuh dan harus diterima apa adanya. Dalam kacamata ideologi, agama berisi ide-ide besar untuk pembangunan masyarakat. Hanya biasanya kacamata ideologi ini memandang dunia secara hitam putih, kawan-lawan, benar-salah, sehingga sulit menerima agama dari versi paham lain. Dalam kerangka ilmu, maka ide-ide besar itu dirumuskan dalam tataran keilmuan, yang tersistematis, logis dan bisa terus dikembangkan atau dikoreksi.

Dalam kerangka keilmuan ini, perbedaan pendapat justru menjadi berkah karena keilmuan menjadi berkembang dengan pertukaran ide dan pengayaankhasanah keilmuan. Makin tinggi tingkat pertukaran ide, maka akan semakin kokoh keilmuwan. Di samping itu, ini yang terpenting, memandang agama secara keilmuan akan memunculkan toleransi. Perbedaan pendapat akan dibicarakan secara dingin, dan logis. Tidak menjadikan perbedaan paham betapa pun pertentangannya sebagai musuh, sesat, dan lain lain.

Jika teologi silaturahmi adalah dalam kerangka bergaul antar sesama umat Islam, saintifikasi Islam adalah dalam interaksi pikiran, ide sesama umat Islam dari mazhab apa pun. Dalam kerangka saintifikasi Islam, yang dilihat adalah argumentasi, gagasan, bukan kecurigaan madzhab apa dia, lawan atau kawan. Jika diskursus keislaman Suni-Syiah dilaksanakan dilaksanakan dalam kerangka keilmuan, maka kedua pihak bisa saling belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga masing-masing bisa mengambil manfaat. Orang-orang Suni misalnya, dalam dataran keilmuan tidak perlu takut-takut mempelajari karya-karya Mutahhari yang sangat bagus. Begitu juga orang-orang Syiah tidak perlu takut-takut mempelajari Aid Al-Qarni misalnya.Demokratisasi Pemahaman Islam

Meski judulnya mentereng maksudnya sederhana yaitu semua kelompok pemahaman Islam mendapat tempat untuk berbicara, mengemukakan pendapatnya, tanpa intimidasi, kecaman, apalagi penyerangan fisik. Ini sebenarnya ajaran Islam yang indah untuk "bermujadalah dengan ahsan/baik".

Salah satu ekperimen keilmuan berbasis demokrasi di dunia maya, semua pihak mendapat tempat untuk berbicara, pada saat yang sama menghargai pendapat orang lain, adalah wikipedia, sebuah free encyclopedia. Pada entri sejarah Islam (Nabi SAW dan Sahabat), ditampilkan versi keduanya... Menarik juga. Silakan baca:

http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad, http://en.wikipedia.org/wiki/Succession_to_Muhammad

Sebagai lawan dari demokratisasi Islam, ya totaliterianism Islam, yaitu memaksakan pemahaman saya kepada orang lain dalam bentuk apa pun, termasuk makian, cacian, kecaman, bahkan kalau perlu teror, dan intimidasi. Saya kira pilihan terakhir ini bukan ajaran Islam yang baik.

"... janganlah kamu menjadi orang yang musyrik, yaitu orang yang menjadikan agama berpecah-belah, dan masing-masing kelompok berbangga-bangga dengan kelompoknya" (QS 30:31-32)

Sikap demokratis inilah yang memungkinkan, antar kelompok bisa duduk berdampingan, saling menghargai, bekerja sama sekaligus "berlomba-lomba dalam kebajikan dan takwa". Kaum Syiah betapa pun tidak kita setujui, telah dan sedang berkarya dan berjuang meninggikan kalimah Allah. Sudah selayaknya yang Suni, ikut mendukungnya sebagai bagian dari saudara yang berbeda paham. Begitu juga sebaliknya...

Masa depan umat Islam salah satunya ditentukan oleh sikap umat Islam itu sendiri. Maukah kita bersatu, menyatukan langkah, atau membiarkan dan meneruskan sikap berpecah belah.
waallahua'lam bishowaab

perbedan mazhab

Saya dan banyak teman lainnya seringkali merasa aneh dengan perbedaan di kalangan ulama. Seringkali ketika membaca tulisan yang terkait dengan kajian fiqhiyah, kamidapati isinya merupakan penjabaran perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan tidak jarang disebutkan ada mazhab A, mazhab B, atau ulama ini dan ulama itu. Masing-masing datang dengan pendapatnya sendiri-sendiri yang nyaris tidak pernah sama.

Mohon maaf kalau seringkali kami bukannya menjadi paham, tapi malah tambah bingung. Mohon pak Ustadz bisa menjelaskan duduk perkaranya. Seringkali banyak hal yang belum terjawab di otak saya. Seperti: Bukankah agama ini satu? Bukankah syariat ini satu? Bukankah kebenaran satu tidak berbilang? Bukankah sumbernya pun satu juga? Yaitu wahyu Allah.

Tapi kenapa terjadi perbedaan sehingga dalam satu masalah ada pendapat lebih dari satu dan tidak satu pendapat antara madzhab sehingga umat Islam lebih mudah mengambil pendapat, karena mereka adalah umat yang satu?

Terkadang ada yang menduga bahwa perbedaan ini menyebabkan kontradiksi dalam syariat atau kontradiksi dalam sumber syariat atau perbedaan akidah, seperti perbedaan aliran-aliran dalam agama selain Islam seperti golongan Kristen Ortodoks, Katolik, Protestan.

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Perbedaan antara madzhab fiqh dalam Islam merupakan rahmat dan kemudahan bagi umat Islam. Khazanah kekayaan syariat yang besar ini adalah kebanggaan dan izzah bagi umatnya. Perbedaan fuqaha hanya terjadi dalam masalah-masalah cabang dan ijtihad fiqh, bukan dalam masalah inti, dasar dan akidah.

Tak pernah kita dengar dalam sejarah Islam, perbedaan fiqh antara madzhab menyeret mereka kepada konflik bersenjata yang mengancam kesatuan umat Islam. Sebab perbedaan mereka dalam masalah parsial yang tidak membahayakan.

Perbedaan dalam masalah akidah sesungguhnya yang dicela dan memecah belah umat Islam serta melemahkan eksistensinya.

Pangkal perbedaan ulama adalah tingkat berbeda antara pemahaman manusia dalam menangkap pesan dan makna, mengambil kesimpulan hukum, menangkap rahasia syariat dan memahami illat hukum.

Semua ini tidak bertentangan dengan kesatuan sumber syariat. Karena syariat Islam tidak saling bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan terjadi karena keterbatasan dan kelemahan manusia. Meski demikian tetap harus beramal dengan salah satu pendapat yang ada untuk memudahkan manusia dalam beragama sebab wahyu sudah terputus.

Namun bagi seorang mujtahid ia mesti beramal dengan hasil ijtihadnya sendiri berdasarkan interpretasinya (dhzan) yang terkuat menurutnya terhadap makna teks syariat. Karena interpretasi ini yang menjadi pemicu dari perbedaan. Rasulullah saw bersabda, ”Jika seorang mujtahid berijtihad, jika benar ia mendapatkan dua pahala dan jika salah dapat satu pahala, ”

Kecuali jika sebuah dalil bersifat qathi’ (pasti) dengan makna sangat jelas baik dari Al-Quran, Sunnah mutawatir atau hadis Ahad Masyhur maka tidak ruang untuk ijtihad.

Adapun sebab perbedaan ulama dalam teks yang bersifat dhzanni (lawan dari qathi) atau yang lafadlnya mengandung kemungkinan makna lebih dari satu adalah sebagai berikut:

1. Perbedaan Makna Lafadz Teks Arab.

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum dan khusus, atau lafadl yang memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain.

Contohnya, lafadlquru’ memiliki dua arti; haid dan suci (Al-Baqarah:228). Atau lafadl perintah (amr) bisa bermakna wajib atau anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh.

Contoh lainnya adalah lafadl yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al-Baqarah: 206 “Tidak ada paksaan dalam agama” apakah ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang hal sebenarnya?

2. Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, di antaranya:

  • Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya.
  • Atau sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang kuat.
  • Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat.
  • Atau dia menilai tak ada penghalang untuk menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi sebagai pembawa hadis.
  • Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. Seperti hadis mursal.

3. Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai'' dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

4. Perbedaan Kaidah Usul Fiqh
Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)", "mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

5. Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai patokan), syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas di samping juga ada kesepakatan antara ulama.

6. Pertentangan (kontradiksi) dan Tarjih antar Dalil-dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang dengan takwil, ta''lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan (naskh) salah satu dalil yang bertentangan.

Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam berpolitik atau memberi fatwah.

Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama – semoga Allah membalas mereka dengan balasan kebaikan – tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama.

Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan tali Allah.

Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat Allah. Namun mereka menyebut, "Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."

Di antara nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau tidak adalah, "

Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin memberlakukan hukum Allah, maka jangan kalian terapkan mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada mereka dengan hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada mereka atau tidak, " (HR Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah)

Ini menegaskan tentang ketetapan ijtihad atau kesalahannya dalam masalah cabang fiqh.

Wallahu a''lam bishshawab,

Catatan Hukum

bentuk hukum ada 3 macam.
1. bersifat mendidik atau lebih dikenal sebagai pelajaran dan peringatan.
2. hukum didunia atau sering dikatakan takwiniyah/rekayasa dan alamiah.
3. hukum akhirat atau wujud dari perbuatan didunia dengan dosa-dosanya. mendidik sebagaimana ketentuan dalam masyarakat yang tersebar dengan berbentuk Undang-Undang Ilahi maupun produk manusia dan didalam ketentuan Undang-Undang, fungsi hukum terdiri dari 2 bagian,
1. berfungsi sebagai preventif, yakni perilaku kejahatan atau dosa jangan terulang kembali karena rasa takut akan hukuman itu kelak akan menimpanya. dalam penerapan hukum dari produk hukum tadi sangat berbeda. dalam hukum demokrasi, terdakwa disidangkan dan diputuskan bisa secara terbuka maupun secara tertutup pada ruang yg sdh disediakan. sang hakim dan penuntut memiliki argumen untuk menjerat terdakwa. sering terjadi perbedaan didalam memvonis terdakwa dan sering pula jeritan hukum tidak berpihak kepada pendrita sehingga setelah keluar dari ruang keadilan, hak2 keadilan terabaikan. banyak kasus yg berdampak kepada runtuhnya sebuah kekuasaan karena rasa keadilan setiap individu terabaikan.
sangat beda dengan keadilan Ilahi. hukum preventif dalam penerapannya adalah si terdakwa dibawa keruang terbuka dan diadili dengan disaksikan oleh khalayak ramai. berat dan ringan hukuman tersebut harus dieksekusi pada ruang terbuka dan ditonton oleh khalayak sehingga akan membuat jera dan ketakutan bagi mereka yang menyaksikan hukuman tersebut. dalam pandangan HAM versi barat akan berbentur dengan keadilan versi Ilahi ini.
2. konsutatif atau pelipur bagi si Penderita. bagi yang teraniaya, dengan rasa tenang puas serta jeratan-jeratan psikologi akan pergi dengan sendirinya jika dia menyaksikan si Terhukum mendapat hukuman yang setimpal. apapun manusia memiliki rasa dendam yg mendalam serta jeritan jiwa jika rasa dendamnya belum impas, akan selalu menggodanya. bila jeritannya belum terobati, maka dia sendri akan melakukan sesuatu yang bersifat kontra produktif dan akan berakibat pada efek-efek negatif dalam masyarakatnya sendiri.
dalam hukum Ilahi dan hukum sekuler, berbeda pandangan dan sangat kontra dari berbagai aspek akan tetapi tujuannya adalah bagaimana si Penderita bisa menikmati saat-saat setelah peristiwa menimpanya. untuk mengobati jiwa si Pendrita dalam hukum Ilahi, tugas sebagai eksekutor adalah si Penderita dan yang berhak seutuhnya melakukan eksekusi terhadap terdakwa, para hakim hanya sebagai pertugas yang membacakan sangsi hukum buat terdakwa. hak-hak individu begitu kuat yang diberikan Ilahi terhadap penderita sehingga jeratan psikologi dan rasa dendam akan hilang, akan diganti sebagai pengobat hidupnya.
dalam pandangan demokrasi,hak-hak terdakwa akan sirna jika dilakukan metode hukum Ilahi. ada argumen yang sering bermain diranah hukum," Tuhan saja pemaaf, apalagi manusia!" sehingga dibuatlah rumah tahanan dan sarana rahabilitasi sebagai wadah pendidikan untuk mendidik terdakwa dengan berbagai bekal kreatif
setelah keluar dari panti rehabilitasi, dia akan kembali ke masyarakatnya dengan bekal hidup sebagai bentuk kesadaran diri.

Dari kedua fungsi tadi akan berlaku jika ranah hukum benar-benar dilakukan oleh penguasa sesuai dengan landasan-landasan hukum dan prinsip-prinsipnya. jika ini tidak berjalan atau ada kanalisasi hukum maka jangan heran pada suatu saat ada gerakan kerakyatan untuk meruntuhkan kekuasaan karena sebab-sebab keadilan tidak berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.waAllahu a'lam bishowaab
nanti akan disambung yg ke 2. yakni hukum didunia n ke 3. yakni hukum di ahirat.

perlukah anda tahu

Armani adalah mantan tentara dari pasukan para militer yang dipecat dari kesatuannya karena membuat kesalahan yang sangat prinsip. setelah menjalani hukuman beberapa lama dalam kurungan akhirnya dia dilepas bebas, maka Armani pun mengambil keputusan pergi kesebuah negara netral untuk melangsungkan hidupnya dengan penuh kedamaian.
agen rahasia dari sebuah negara mencium suasana yang terjadi pada mantan tentara dan sepak terjangnya itu. setelah dipelajari dengan seksama maka mulai di adakan pendekatan pribadi. mulai dengan berkenalan, makan bersama, bercanda dan berwisata ria ke mana-mana sampai pada tingkat membuka usaha bersama dan akhirnya Armani pun menikahi gadis dari negara tersebut.
bisnis dagang patungan berjalan dengan sempurna dan bahkan sangat sukses sehingga pada suatu hari istrinya menawarkan pekerjaan yang sangat rahasia dan dia sendiri sudah muak dengan pekerjaan tersebut, yakni mencari informasi di negara kelahirannya sendiri. diapun meminta waktu yang relatif lama utk mengambil keputusan tersebut. setelah beberapa bulan Armani menerima tawaran kerja sama yg memiliki resiko sangat tinggi, yakni tugas menjadi seorang agen rahasia musuh di negaranya sendiri. setelah tanda persetujuan dilakukan, diapun terbang kembali ke negaranya dengan misi agen negara lawan.
segalanya yang menyangkut dirinya akan di sesuaikan dg tatacara, mulai dari perjalanan, cara mengenakan pakaian bahkan warna pakaian disesuaikan dg waktu n tempatnya, bahkan setelah tiba dinegaranya yang kini harus menjadi asing baginya, dia sudah dibekali bagaimana cara awalnya bertemu sesama agen dari misi negara tadi. semua program sudah di sampaikan semua persiapan untuk perjalanan sudah dibekali, akhirnya jadwal keberangkatan pun tiba, Armani terbang kembali ke negara asalnya sebagai bisinisman.
setelah tiba dia telah ditunggu oleh seseorang di bandara dan ternyata orang tersebut adalah memiliki kebangsaan yang sama dengannya, mereka sama bekerja untuk negara musuh. dalam perjalan dari bandara ke kota untuk bertemu dengan orang yang sudah dijanjikan, si penjemput telah membekalinya banyak hal yang akan dia kerjakan serta sandi-sandinya. setelah dia berpisah dengan orang pertama, orang tersebut menyobek secarik kertas dan diberikan kepadanya. Armani pun turun dari sedan dan berdiri sejenak sambil membaca lembaran tadi. Jam tujuh malam ini, anda harus temui penghubung di perepatan jalan utama kota ini, tetap kenakan sarung tangan kulit pada tangan kiri, sarung tangan yg sebelah dicopot dan ditempatkan di kantong bajumu. jari tengah kanan diberi cicin plester jingga dan lengan kiri menjepit buku bersampul kuning ke merah-merahan. disana penghubung akan mendekatimu dan berkata," halo!bulan akan redup malam ini?" maka jawabmu," besok akan bersinar kembali!"
sejak itu Armani bekerja dengan program yang sudah disepakati bersama. dia mulai melakukan beberapa pertemuan dengan orang yang sudah menjadi patner kerjanya. mencari sumber-sumber yang bisa dijadikan penelitian, mencari informasi yang akurat untuk dikumpulkan sebagai agenda kontrak kerja sama yang telah di sepakati. pada akhirnya dia telah banyak mengumpulkan data rahasia-rahasia negara untuk diberikan kepada negara yg menugaskan dia bekerja di negaranya sendiri.
tepatnya 18 februari 1960, kementrian luar negeri negaranya mengeluarkan surat perintah mempersona non grata kepada atase militer dan beberapa konsul kedutaan di beberapa kota besar serta ada beberapa teman senegara yg bekerja untuk negara asing diadili dan dipenjara. Armani akhirnya kembali ke kesatuannya karena misi yang dia lakukan adalah sebuah peranan yang besar dalam membongkar mata-mata negara asing yg bertugas sebagai orang-orang kedutaan. memang agen rahasia negaranya yang merencanakan semua ini dan hampir lima tahun Armani dengan cermat menelusuri kegiatan agen rahasia negara asing tadi dengan kesabaran dan tingkat intelektual yg tinggi. data-data yg di dapat oleh Armani yg diperuntukkan sebagai hasil kerja sama dengan negara asing, sudah direkayasa oleh agen rahasia negaranya. Selamat membaca

berjuang untuk kemerdekaan

Setiap org hrs bisa bedakan anatara Pejuang, Saparatis n Teroris. dikala AS mengumandangkan berperang melawan teroris mk segala yg namanya perjuangan rakyat selalu di identik dg teroris. utk itu saya punya sedikit ceritra yg kurang menarik kalu di baca.
kisah diawali dr ada sekelompok org memproklamirkan dirinya sbg Pejuang Rakyat di dalam sebuah negara devakto maupun yuridis. didlam kelompok pejuang, ada dua tokoh sebagai tokoh sentral perjuangan pembebasan atau tokoh Gerakan Bawah Tanah n sering jg disebut koloni. tokoh yg satu mengumandangkan sya'ir utk menggugah n membangkitkan semangat pergerakan n tokoh yg lain merancang gerakan2 politik serta pada sisi lain pengikutnya membawa pesan2 rahasia berantai. penguasa setempat mulai mencium adanya gerakan2 rahasia utk melawan dr dalam negara, tetapi sangat sulit melacak tempat sbg pusat kegiatan n siapa pemimpinnya.
pada suatu hari polisi menangkap seseorang yg di curigai org pergerakan. dia dibawa ke markas polisi utk di interogasi, tetapi apa yg diharapkan, tdk bs di dapat dr jawaban2," Apakah anda tau bahw pada saat ini sdh hadir gerakan yg menentang pemerintahan kita?" orang tersebut dg tenang menjawab," Apakah pantas pretanyaan itu di tujukan terhadap saya yg tdk memahami pertanyaan itu?" apa benar anda tdk tahu? tanya polisi lg?. lalu org tersebut menjawab," apakah jawaban saya td kurang jelas bg tuan?" lalu polisi memberi pertanyaan yg agak lbh menekan dg kalimat yg memojokan," saudara adalah pemberontak, dan saudara bs di hukum mati sebagai pemberontak. apakah anda tdk gentar dg hukuman tersebut?" lalu org itu menjawab dg diplomatis," biskah anda membuktikan bhw saya ini adalah pemberontak?"
polisipun membeberkan bukti2 kegiatan org tersebut secara mendetail n dg bukti2 td, sdh bs membuatnya terjerumus dlm hukuman yg akan dia alami sebagai pemberontak. setelah diam sejenak, ahirnya dia berbicara," tuan telah tau bhw saya punya organisasi n itu sangat jelas n jujur saya akui. tetapi kalau saudara katakan bhw saya adalah pemberontak maka saat inipun saya tolak secara resmi. kami bukan membuat gerakan pemberontakan tetapi kami hanyalah menuntut kemerdekaan negara kami yg tuan2 jajah selama ini."
polisipun tak tinggal diam n dicecarnya pertanyaan2 sebagai interogasi," dimana negaramu, apa nama negaramu, mana rakyatmu, mana kekuaanmu n siapa pemimpinmu?" dengan tenang org itu menjawab," tuan2 jangan membuat pertanyaan yg bodoh seperti itu. tuan2 hrs hormati konvensi jenewa tentang hak2 tawanan perang thn 1927. pertanyaan tuan2 td adalah rahasia negara kami n dijamin oleh hukum internasional yg tuan2 ikut menanda tanganinya. kalaupun tuan2 memaksa mk saya akan meneriaki dunia n mahkamah iternasional di Denhag bahwa, di negara tuan telah merobek-robek hukum internasional, mk dunia n mahkamah internasional akan menghukum negara tuan krn tdk menghormati hukum yg telah tuan2 sepakati bersama.
ahirnya polisi pun terdiam sejenak n tawanan tersebut dilepas sebagai tawanan perang. didalam hukum konvensi jenewa td, tawanan perang bebas pergi kemana saja di negara musuh, diapun hrs dijamin dr aspek kehidupan smp kepada keamanan dirinya. dg sangat tabah menjalani kehidupan sbg tawanan, pemerintahpun akhirnya merasa jenuh atas kehadirannya serta menjaga keselamatannya mk mrk melepaskannya dr jeratan2 hukum menjadi org yg bebas seperti sediakala.

HIJRAH

Kita telah berada didalam tahun baru 1431 Hijriyah, bulan Muharam adalah bulan pertama kalender islam, bulan yang telah menjadi tradisi masyarakat Islam berabad-abad dan bahkan pada abad millennium masih mengumandangkan Hari Kebangkitan Islam dengan ditandainya kebangkitan abad 15 hijriyah. Dunia islam telah diikat oleh sendi-sendi pergerakan secara militant diantaranya, bulan muaharam sebagai momentum tahun baru islam dalam mengembangkan isu strategis perjuangan islam.

Hijrah sendiri memiliki nilai yg strategis dalam sejarah perjuangan tegaknya islam dan terjadinya hijrah bukan kehendak manusia tetapi Allah perintahkan kepada Rasulullah SAW berhijrah demi keselamatan dan kejayaan islam. Ini bisa terlihat dari cikal bakal terbentuknya Madinah sebagai sebuah daulah sebagai wadah perjuangan yang dahulunya tertidas, kini Allah memberikan tempat terhadap islam dalam arti yang utuh/kaffah. Allah berfirman,” Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya pasti Kami akan berikan tempat yang bagus bagi mereka didunia, dan sesungguhnya pahala di ahirat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui. Yaitu orang-orang sabar dan kepada Tuhan saja mereka bertawakal.” Al Anfal 41-42.

Perjalanan hijrah sebagaimana tarikh islam adalah perintah Allah kepada Rasul menuju madinah. Dimekkah, Rasulullah dan para pengikutnya sangat dibenci, bahkan disiksa oleh musyrikin quraisy akan tetapi dikala Beliau tiba dimadinah, masyrakat berbondong-bondong menjemput dan menyambutnya sebagai pemimpin. Masyarakat madinah sangat mengharapkan kehadirannya untuk menyatukan perbedaan pendapat dan persaingan negatif yang menghasilkan perepecahan.

Setelah tiba di madinah, langkah strategis pertama diambil adalah mengadakan rekonsiliasi antara kabilah-kabilah yang selama ini bertikai. Sebuah fakta sejarah tertuang dalam perjanjian Piagam Madinah atau lebih dikenal dengan Konstitusi Madinah telah menyatukan ketiga kelompok besar yang manaungi madinah yakni, kaum Muhajirin atau kaum quraisy sebagai orang-orang yang berhijrah, kaum Anshar adalah orang madinah sendiri serta kaum Ashabiyah atau kaum Nasyrani dan Yahudi pendduduk madinah. Dari perjanjian tersebut lahirlah 47 pasal sebagai konstitusi negara unutk melindungi warga dan juga telah terbentuk tiga Partai Politik sebagai penopang kehidupan berbangsa dan bernegara. Perlu diketahui bahwa para pakar politik dan sejarah telah mengakui bahwa Konstitusi pertama dalam negara-negara moderen adalah dari Madinah, bukan dari Perancis maupun Amerika Serikat yg selama ini dikenal.

Setelah piagam madinah diterapkan maka hidup masyarakat saling berdampingan, hilanglah fanatisme golongan sehingga terbentuklah nasionalisme, pada ahirnya aliansi teritorial dan tribal atau kesukuan runtuh dengan sendirinya. Ketiga Parpol yakni Partai Muhajirin, Partai Anshar dan Partai Ashabiyah telah mengahapus kebepihakan etnis dan menjelma menjadi sebuah kekuatan besar sekaligus kekuatan hidup (living force). Disinilah salah satu kecemerlangan Rasulullah sebagai pambawa kabar gembira.
Satu lagi yang menakjubkan dari keberhasilan Rasulullah sebagai diplomat ulung dan juga pemimpin bertaraf internasional adalah perjanjian Hudaibiyah. Kalau dilihat dari isi perjanjian hanya bersifat insendensial saja, yakni perjanjian yang bermakna antara orang-orang madinah dan orang-orang mekkah disebuah desa kecil yang bernama Hudaibiyah.

Akan tetapi kesepakatan hudaibiyah atau lebih dikenal dalam sejarah dengan sebutan Perjanjian Hudaibiyah memiliki makna yang sangat luas, walaupun perjanjian tersebut hanya berisikan kesepakatan tentang bagaimana orang-orang madinah selama berkunjung ke Baitullah dijamin ketenangannya serta bagaimana orang-orang mekkah menerima tamu-tamunya dalam etika berbangsa dan bernegara. Hasil dari kesepakatan sederhana ini sangat memiliki nilai-nilai politis dan inilah yang dikatakan Rasulullah sebagai diplomat ulung bertaraf internasional yang berkwalitas.
Dari ujung perjanjian bermakna furqan atau garis pemisah antara madinah dan mekkah dengan komunitasnya masing-masing sebagaimana kita simak dialog antara utusan dari dua komunitas tersebut dipmpin oleh diplomat kawakan Suhail sebagai wakil dari kaum Quraisy. Dialog ini dikutip dari riwayat Bukhari – Muslim.

Rasulullah berkata kepada Syaidina Ali,” Tuliskan Bismillahirrahmanirrahim.”
Lalu Suhail ibnu Amr berkata,” Kami tidak mengerti apa itu Bismillahirrahmanirrahim. Tuliskan apa yang kami ketahui, Bismikallahumma.” Rasulullah setuju usulan Suhail, setelah teks perjanjian disetujui lalu Rasulullah bersabda,” Tuliskan dari Muhammad Rasulullah.” Suhail menolak lagi usulan kalimat yang disodorkan Rasulullah sambil berkata,” Kalau kami tahu engkau adalah Rasulullah tentu kami ikut engkau. Tuliskan saja namamu dan nama bapakmu, lalu Rasulullah bersabda,” Tukliskan dari Rasulullah bin Abdullah.”

Seperti dikatakan diatas tadi bahwa kalau perjanjian tersebut hanyalah bersifat insidentil maka perjanjian tersebut tidak bermakna dalam sejarah islam, akan tetapi di tinjau dari aspek politis, maka itu adalah sebuah perjanjian bilateral yang memisahkan madinah sebagai sebuah negara Islam dan mekkah bagian dari negara Musyrikin, jelas sekali garis furqan atau pemisah antara kaum mu’minin dan musyrikin. Diujung perjanjian telah tertera nama Muhammad bin Abdullah sebagai pemimpin madinah yang bebas dari tekanan dan pengaruh kekuasaan manapun dengan diperkuat lagi dituangkan piagam madinah dalam perjanjian tadi.

Perjanjian inipun telah berulang kembali di abad moderen atau abad 21 antara Sang pemimpin revolusi Islam Iran, Ayatullah Rahullah Khomeini dengan Gorbachev pemimpin Uni Soviet. Dikala mengambil alih kepemimpinan dari Syah Reza dunia belum mengakuinya sehingga Ayatullah bersurat kepada Gorbachev,” Kapada Yang Mulia Tuan Gorbachev Pemimpin Uni Soviet.” Isi surat yang sederhana hanya menyampaikan kepada Gorbachev bahwa negaranya akan membantu Uni Soviet memperbaiki perekonomiannya tetapi dengan tegas pemimpin Soviet itu menolak dengan sepucuk surat balasan,” Kapada Yang Mulia Pemimpin Ravolusi Iran Ayatullah Rohullah Khomeini.” Surat tersesbut hanyalah bersifat insendensial akan tetap memiliki nilai plolitis maka bermakna luas yaitu pengakuan internasional.

Surat bernada penolakan tersebut yang sangat dinantikan oleh Ayatullah sebagai pengakuan politik internasional bahwa di iran telah berdiri sebuah negara berdaulat. Dengan pengakuan Gorbachev maka penolakan negara manapun terhadap eksistensi iran sebagai Negara Islam sudah tidak berlaku lagi. Diplomasi internasional seperti ini adalah bagian dari gaya diplomasi yang dibangun pada masa Rasulullah yakni perjanjian Hudaibiyah. Inilah tingkat diplomasi yang telah membawa kemenangan besar sejak masa kepemimpinannya samapi terbentuk sebuah peradaban Islam yang berdiri tegak selama 13 abad dan telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap peradaban dunia. Dalam surah Al-Fath ayat 1 Allah berfirman,” Sesungguhnya Kami telah memberi kemenangan kepada engkau dengan kemenangan yang terang.”

Tahun Baru Hijriyah tidak akan bermakna jika kita tidak menelusuri kembali jejak-jejak sejarah yang mengagumkan dengan langkah-langkah politik serta tingkat diplomasi yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai politikus dan sekaligus diplomat ulung dan dengan inilah kita sebagai pengikut Rasulullah harus bangga terhadap pribadinya bukan sebagai imam masjid saja tetapi dia adalah seroang pemimpin Negara berwawasan politik internasional.

Selasa, 22 Desember 2009

ketenangan hidup

Mental Anda sudah siap sukses dan siap gagal!
Ikhtiar/Never Give Up! jangan pernah menyerah…
Terus berusaha sampai kita benar-benar tidak mampu. salah satu
Rahasia Menggapai Ketenangan Hidup

Apasih arti ketenangan hidup ?
Apakah berhubungan erat dengan kekayaan ?
Apakah uang segala-galanya ?
Apakah kita perlu mencari uang sebanyak-banyaknya untuk mencukupi kehidupan sampai-sampai kita baru pulang sampai ke rumah jam 9 atau 10 malam setiap harinya ? Hingga kita mengorbankan waktu untuk keluarga, orang tua, istri ataupun anak…
Saya rasa semua orang akan melakukan hal itu semua, demi kesejahteraan keluarga, termasuk saya…

Tapi bagaimana caranya supaya kita bisa kaya raya, tapi hidup tenang, sehat wal afiat dan bahagia…

Mungkin saya punya sedikit pengalaman yang bisa dibagi :

Sabar…
ini sangat penting. Jangan kesusu atau ngoyo untuk menduduki posisi puncak karir. Karna efeknya akan banyak rekan kerja yang tidak suka dengan sikap agresif tadi. Pelan-pelan berikan sumbangsih, kritik atau saran ke hal yang berhubungan dengan kerja kita dengan santai, rilex tapi berbobot. Jangan mengebu-gebu… it’s not good you know…

Jika kita berwirausaha, tanamkan kebaikan, jaga hubungan baik dengan semua partner bisnis, meskipun partner bisnis kita tersebut cuma tukang ojek yang nganter kita ke pasar…

Selalu berdoa.
Ya, setiap usaha kita harus selalu diiringi dengan doa. Kadang kala kita sudah maksimal, kita merasa planning kita sudah perfekto… yakin 110% berhasil, tapi… ngak tahu kenapa… kita gagal.. Kita tidak sempurna, man… Jadi kita butuh sekali bantuan yang namanya “Kuasa Illahi”…

Ikhlas…
Ya, harus ikhlas dulu sebelum melakukan sesuatu. Karna dengan ini kita bisa menerima apapun hasil kerja kita, baik hasilnya baik ataupun buruk. Baik nanti ada yang suka ataupun tidak suka. So… mental kita sudah siap… siap sukses dan siap gagal!

Ikhtiar/Never Give Up! Atau jangan pernah menyerah…
Yup!, terus berusaha sampai kita benar-benar ngak mampu. Apa sih yang dimaksud dengan tidak pernah menyerah ?!. Hal ini pernah ditanyakan oleh murid-muridnya Imam siapa gitu (sorry lupa!)…

Beliau ditanya ” Apa yang dimaksud dengan jangan pernah menyerah ? “, sang Imam tidak menjawab, tapi malah mengajak murid-muridnya itu berlari keliling lapangan. Setelah 5, 10 putaran murid-murid sang imam masih ikut menemani lari. Tapi satu per satu para murid kelelahan, dan berhenti… sedangkan sang imam terus berlari meskipun sudah tidak bisa berdiri lagi… sampai akhirnya pingsan! Lalu, setelah sadar para muridnya bertanya lagi ” kenapa imam tidak berhenti berlari, padahal sudah kelelahan ?”, Sang Imam menjawab ” itu yang namanya ikthiar, terus berusaha sampai kita benar-benar tidak punya daya lagi”

Menabung.
Banyak yang mengangap remeh hal ini. Anda bisa menabung dalam bentuk uang, perhiasan, emas atau asuransi. Ini sangat berguna untuk proteksi kehidupan kita atas intervensi diluar kekuatan kita. Misalnya gangguan politik yang menyebabkan inflasi atau krisis, proteksi dikala kita atau sanak saudara sakit, proteksi jika kita ingin resign dari perusahaan kita dikala kita sudah jenuh menjadi karyawan dan mulai ingin menjadi seorang enterpreneur.

Berolahraga.
Jangan pernah meningkalkan ini… Usahakan 30 menit setiap harinya berolahraga. Kalau masih ngak bisa, usahakan seminggu 1 kali. Kalau ini juga nggak bisa, gaswat bos!, siap-siap penyakit datang 1 persatu, dari masuk angin awalnya, kemudian kelelahan, kemudian flu, badan pegal-pegal, tipes, asam urat, stres lalu gila. Ya, jika kita ngak olahraga kita bisa gila! Kenapa ? Dengan berolahraga, kita melepaskan ketegangan hidup, kita berbincang, tertawa dengan rekan tim, aliran darah kita lancar, keluar keringat penyakit dsb… Pasti kelelahan sepulang olahraga, tapi pas bangun tidur, dijamin badan kita seger…

Menikah.
Yup, selain mendapatkan sahabat sejati tempat kita berbagi, kita juga bisa menjaga mata, hati, pikiran lalu bercinta dengan istri/ suami kita. Halal dan Wueeenak . Bercinta ada manfaat lainnya… yaitu obat stres paling mujarab didunia. karna setelah kita bercinta, tubuh kita mengeluarkan zat alami, zat endorfin. Yaitu, zat yang terdapat pada obat anti depresi. Zat ini bisa didapatkan juga didalam susu, setelah kita berolah raga dan bercinta. Yang paling mujarab, adalah bercinta. So… segerahlah menikah… jangan cuma pacaran dan kawin, menikahlah dengan pasangan anda… Pilihlah pasangan yang “baik” bukan yang sempurna…
Semoga kita bisa mendapatkan ketenangan hidup yang hakiki.aminnn

pendapat2 ulama mengenai anjing

pertanyaan:
Memang dlm surat Al Maidah tertera bhw ada anjing yang boleh dipelihara namun demi tujuan berburu. dalam surat AL Maidah, ini disebut sbg Al Kalbu Al Muallam. Anjing yang terlatih.

Namun anjing tsb pun tidak boleh masuk ke dlm rumah, sbb akan mendtgkan najis & membuat pemiliknya akan berkurang pahala setiap hari. ia berdasarkan bbrp hadits shahih berikut:...
HR. Bukhari juz 7 hal 114
Dari ADY Bin Hatim Berkata ; Saya menanyakan kepada Rasulullah SAW bahwa saya termasuk kaum berburu dengan anjing, maka Rasulullah SAW bersabda :�Jika engkau melepaskan anjing-anjing mu yang terdidik dan engkau menyebut nama Allah, maka makanlah apa yang ditangkap oleh Anjing itu, kecuali bila anjing itu memakannya maka Jangan engkau makan. Saya khawatir kalau-kalau anjing itu menangkap untuk dirinya sendiri, dan jika bercampur anjing itu dengan anjing lain (Anjing yang tidak Terdidik) maka Janganlah engkau makan.

Hadis Muslim Juz I Hal. 686.

Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Barang Siapa Memelihara Anjing kecuali Anjing Penjaga Ternak, Anjing Berburu / Anjing Penjaga Ladang, maka amalnya setiap hari akan dikurangi dengan satu Qiroth .

**Kata Qiroth dalam hadis itu merupakan ukuran sebesar Gunung Uhud.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan, “Adapun memelihara anjing dihukumi haram bahkan perbuatan semacam ini termasuk dosa besar -Wal ‘iyadzu billah-. Karena seseorang yang memelihara anjing selain anjing yang dikecualikan (sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas), maka akan berkurang pahalanya dalam setiap harinya sebanyak 2 qiroth (satu qiroth = sebesar gunung Uhud).” (Syarh Riyadhus Shalihin, pada Bab “Haramnya Memelihara Anjing Selain Untuk Berburu, Menjaga Hewan Ternak atau Menjaga Tanaman”)

atas hikmah yg diambil Syaikh nawawi al bantani dari hewan anjing itu adlh hikmah yg Allah berikan kpd setiap makhlukNya.
sbb bila kita bertafakkur, maka tidak ada yang sia-sia dlm ciptaan ALlah (Qs.3:191) termasuk jg anjing.
Meski dihukumi najis, namun tetap saja ada manfaatnya.
Lalu kl bermanfaat mengapa dianggap najis?
Jawaban dr pertanyaan spt ini adlh bhw Allah ingin menguji ketaatan kita, apakah kita lebih memilih taat kepadaNya, atau ingin memperturutkan nafsu kita.
Kl jawabannya ingin menuruti syahwat tentu zina lebih mudah ketimbang nikah.
Wallahu A'lam

jawaban:
Saya mau nambahin sedikit ya sesuai pemahaman saya dan yang saya ketahui, terkait Memelihara Anjing di rumah....

Ini sebenarnya adalah masalah Fikih, dan dalam fikih, hampir selalu ada perbedaan pendapat Ulama. Karena memang fiqih itu dapat diartikan Hukum atau Pendapat atau Opini:

1. Tidak diharamkan memelihara Anjing dan bahwa Ulama dan imam mazhab sepakat bahwa memeliha Anjing itu hukumnya MUBAH (Boleh); (LihatKitab Halal Haram-Fatwa Yusuf Al Qardhawi). Sebagian lagi berpendapat Hukumnya Makruh.

Allah SWT maupun Rasulullah saw sama sekali tidak mengharamkan memelihara Anjing.

2. Yang menjadi iktilaf, perbedaan hanya masalah Najis dan cara membersihkannya serta keperluan memelihara Anjing.

Liur anjing dikatakan najis semata adalah dari Hadits Rasulullah saw, Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah , Rasulullah bersabda, bejana yang dijilat anjing dan babi harus dibersihkan dengan air sebanyak 7 kali dan salah satunya dengan tanah, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari.

Pendapat yang dipakai oleh Mazhab Syafii dan Hanbali hukum membersihkan najisi jilatan anjing adalah wajib harus diikuti, tanpa dapat diinterpretasi dengan hukum lain. Sesuai dengan haditsnya:

Tetapi menurut Mazhab Maliki hukumnya Sunnah saja, membersihkan najis akibat jilatan anjing. Terkecuali hendak beribadah, dan ketika ingat terdapat adanya najis yang menempel

Mazhab Hanafi menyatakan membersihkannya cukup 3 kali saja, yaitu kategorinya sama dengan membersihkan najis lainnya, hal ini memang menolak pendapat Mazhab Hanbali dan Mazhab Syafii

Sebahagian ustaz menggunakan hadith yang diriwayatkan oleh Abu Daud di bawah untuk mengharamkan Muslim memelihara anjing di dalam rumah seperti di bawah:
لا تدخل الملائكة بيتاً فيه صورة ولا كلب

Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang mempunyai gambar dan anjing.

Hadith di atas termasuk di dalam hadith dho’if. Imam al-Bukhari dan Syeikh al-Albani adalah antara sebahagian ulama’ hadith yang mendho’ifkan hadith ini.

Selain itu Hadist ini akan jadi persoalan, apakah Malaikat yg tidak masuk termasuk Malaikat Raqib dan Atid yg mencatat aktifitas kita ?. Karena kalau Malaikat Raqib dan Atid tidak masuk ke rumah yg ada Anjingnya, maka perbuatan dosa apapun tidak akan dicatat dan perbuatan baik juga tidak dicatat.

Juga untuk Hadist ini : "Barangsiapa memelihara anjing, selain anjing pemburu atau penjaga tanaman dan binatang, maka pahalanya akan berkurang setiap hari satu qirat." (Riwayat Jamaah)

Berdasar hadis tersebut, sebagian ahli fiqih berpendapat, bahwa larangan memelihara anjing itu hanya makruh, bukan haram, sebab kalau sesuatu yang haram samasekali tidak boleh diambil/dikerjakan baik pahalanya itu berkurang atau tidak. Kalau Haram untuk tujuan apapun, sedikit atau banyak, Hukumnya tetap Haram.

Demikian halnya dengan Hadist Muslim sbb :

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW menunggu Jibril as pda saat yang telah ditentukan. Namun Jibril tidak datang pada saatnya, sehingga nabi melempar tongkat dari tangannya dan berkata, "Allah tidak mengingkari janjinya, demikian juga dengan rasulnya." Kemudian beliau SAW menoleh dan mendapati seekor anjing di kolong tempat tidurnya. "Wahai Aisyah, sejak kapan anjingi itu masuk ke sini?" Aisyah menjawab, "Aku tidak tahu." Maka beliau SAW memerintahkan agar anjing itu dikeluarkan. Maka datanglah jibril dan Rasulullah SAW bertanya, "Engkau telah janji dan aku telah duduk menunggu, tapi Engkau tidak datang, mengapa?" Jibril menjawab, "Anjing di dalam rumahmu itu telah mencegahku. Sesungguhnya kami tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing dan gambar." (HR Muslim)

Kalau Hadist ini shahih, akan timbul persoalan berikutnya :
1) Boleh jadi sebelum2nya Anjing keluar masuk Rumah Rasul, padahal Rasul tidak pernah diriwayatkan memelihara Anjing;

2) Jibril as tidak menyampaikan wahyu yang diperintahkan Allah. Padahal kalau Allah sudah memerintahkan, maka Malaikat pastilah "sami'na waatho'na, tidak akan mundur barang sedetik atau sehasta-pun;

Halnya dengan Hadist2 yang mengutamakan memelihara kucing, oleh sebagian Ulama juga ditolak, karena semua hadist2 tentang kucing, sumbernya dari Abu Hurairah yang memang penggemar kucing, hingga nama aslinya tidak diketahui dan dijuluki Abu Hurairah yg artinya Bapaknya kucing2.

Sekarang ini para ahli kehewanan menemukan bahwa baik Anjing maupun Kucing dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia. Bahkan menurut ahli kehewanan kuman2 yg diidap oleh kucing jauh lebih banyak daripada oleh Anjing. Kucing menjadi penyebab utama anak2 lahir cacat akibat Toxoplasma.

Dengan demikian hadist2 yg Rasulullah menganjurkan memelihara kucing agak kurang relevan, karena agak tidak mungkinlah Rasulullah yg mulia lebih menyayangi Binatang yg belakangan diketahui sebagai binatang yg berdampak buruk pada kesehatan.

Jadi menurut saya, pendapat Ulama seperti Buya Hamka, Yusuf Qardhawi dan Kyai2 di Jawa maupun Minang yg memperbolehkan memelihara Anjing, pada dasarnya punya dasar/alasan fiqih yg juga kuat (tidak asal menuruti kesukaan saja)...

Kesimpulan ahli fiqih yg saya kumpulkan dari berbagai sumber sbb :

1, Memelihara Anjing hukumnya Mubah/Makruh;
2.Para Imam Mazhab sepakat mengenai liur Anjing yg najis, namun tidak sepakat/ada perbedaan pendapat cara membersihkannya;
3. Ada perbedaan pendapat Ulama /Imam mazhab mengenai badan Anjing itu Najis atau tidak;

4. Ulama spty Yusuf Qardhawi dalam Halal Haram berpendapat bahwa "Banyak kita ketahui, ada beberapa orang yang berlebih-lebihan dalam memberikan makan anjingnya, sedang kepada manusia mereka sangat pelit. Ada pula yang kita saksikan orang-orang yang tidak cukup membiayai anjingnya itu dengan hartanya untuk melatih anjing, bahkan seluruh hatinya dicurahkan kepada anjing itu, sedang dia acuh tak acuh terhadap kerabatnya dan melupakan tetangga dan saudaranya"

5.Memelihara Anjing untuk Keperluan, Kepolisian atau Kemiliteran dalam mengusut suatu kejahatan, saat ini sangat justru sudah menjadi kebutuhan.

4. Walaupun ada perbedaan pandangan ulama mengenai kadar kenajisan anjing, akan tetapi jumhur Ulama memang berpendapat bahwa yang haram bagi Muslim adalah memelihara Anjing di dalam rumah yang kemungkinan akan membuat najis di dalam rumah, terutama tempat shalat kita, karena haram hukumnya shalat di tempat yg terkena najis.

Wallahu a’lam bissawab.

Imam Nawawi al Bantani : Belajar 10 Keteladanan (nilai kesalehan) dari seekor Anjing Bagikan

” Di Minangkabau, memelihara anjing sudah biasa. Bahkan ulama-ulama juga memelihara anjing. Sebagian orang kampung memelihara anjing untuk berburu babi hutan. Bahkan Pesantren Putri Padang Panjang, Rahmah el-Yunusiyah, itu separuh penghuninya adalah anjing.

“Di Mekkah, banyak penduduk yang memelihara anjing. Orang muslim dianjurkan untuk menyayangi binatang, termasuk anjing. Nabi sendiri suka dengan binatang, terutama kucing.

Dahulu tahun 70an dikisahkan, seorang wartawan bernama Asamah yang suka memelihara anjing dan tinggal di Ciputat. Memelihara Anjing di lingkungan orang Betawi saat itu menjadikan ia dimusuhi dan anjingnya sempat mati diracun. Padahal sebelummemutuskan untuk memelihara anjing, Asamah telah sowan terlebih dahulu ke Buya Hamka, Ia bertanya pada Buya “Boleh tidak, Buya, seorang muslim memelihara anjing ?” tanyanya memberanikan diri.

Ulama besar itu tidak melarang untuk memelihara anjing di rumah.

Menurut Buya Hamka bahkan “………Orang muslim dianjurkan untuk menyayangi binatang, termasuk anjing. Nabi sendiri suka dengan kucing. Nabi Daud suka burung dan nabi Sulaiman bersahabat dengan semua binatang. Pernah ada Hadis yang menceritakan ada seorang pelacur yang di nyatakan nabi akan masuk surga hanya karena ia memberi muniman kepada anjing yang hampir mati kehausan. Bahkan ada pula anjing yang masuk surga, yaitu anjing yang menemani pemuda-pemuda Ashabul Kahfi yang melarikan diri dari tirani raja Kafir dan mengungsi di gua dan atas izin Allah tertidur selama 300 tahun itu,”

Diriwayatkan ada 10 (sepuluh) binatang yang masuk Surga, yaitu:

1.Untanya Nabi Saleh,
2.Anak Sapinya Nabi Ibrahim,
3.Kambing Gibasnya Nabi Ismail,
4.Sapinya Nabi Musa,
5.Ikan Nun Yang Memakan Nabi Yunus,
6.Khimarnya/Keledai Nabi Uzair,
7.Semutnya Nabi Sulaiman,
8.Burung Hud-Hud Nabi Sulaiman,
9.Untanya Nabi Muhammad Saw,
dan
10.Anjingya Ashabul Kahfi, yang bernama Qithmir,

Tentang Anjing, dalam Al Qur'an Allah swt berfirman: "Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”. Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. (QS. al-Mâ`idah: 4)

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini, terdapat sebuah dalil yang menunjukkan bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang yang tidak berilmu. Hal itu apabila seekor anjing terdidik, maka ia akan memiliki keutamaan melebihi segala jenis anjing. Dengan demikian, apabila seseorang memiliki ilmu, maka dia lebih utama untuk mendapatkan keutamaan atas semua manusia, terlebih apabila ia mengamalkan ilmunya.” (Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân, jilid 6, hlm. 74)
Ungkapan senada pula telah disampaikan oleh Ibnul Qayyim al Jauzi dalam Miftâh Dâr as-Sa’âdah.

10 Keteladanan dari Anjing
Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ulama Besar dan terkenal yang berasal Banten yang karyanya tersebar ke seluruh pelosok dunia pernah mengemukakan pemikiran dalam salah satu karyanya yang sering dibaca di pesantren-pesantren yang ada di Nusantara ini yaitu dalam kitab "Syarhu Kaasyifatus Saja ’alaa Safiinatin Najaa Fii Ushuuulid Dinii Walfiqhi", pada halaman 42, dalam sub pembahasan Hikmah, sebagai berikut:

فى الكلب عشر حصال محمودة ينبغى للمؤمن ان لا يخلومنها:
اولها : لايزال جائعا. وهده صفات الصالحين.
الثانية : لاينام من الليل الا قليلا. وهده من صفات المتهجدين.
الثالثة : لو طرد فى اليوم الف مرة ما برح عن باب سيده. وهده من علامات الصادقين.
الرابعة : ادا مات لم يخلف ميراثا. وهده من علامات الزاهدين.
الخامسة : ان يقنع من الارض بادنى موضع. وهده من علامات الراضين.
السادسة : ان ينظر الى كل من يرى حتى يطرح له لقمة. وهده من اخلاق المساكين.
السابعة : انه لو طرد وحثى عليه التراب فلا يغضب ولايحقد. وهده من اخلاق العاشقين.
الثامنة : ادا غلب على موضعه يتركه ويدهب الى غيره. وهده من افعال الحامدين.
التاسعة : ادا اجدى له اى اعطي له لقمة اكلها وبات عليها. وهده من علامات القانعين.
العاشرة : انه ادا سافرمن بلد الى غيرها لم يتزود. وهده من علامات المتوكلين.

Artinya: di dalam diri seekor anjing terdapat 10 (sepuluh) sifat keteladanan, yang diantaranya patut dimiliki oleh setiap insan yang beriman, yakni :

Pertama : Sifat Anjing itu Gemar mengosongkan perut.
Inilah salah satu sifat orang yang sholeh. Orang sholeh harusnya lebih banyak menahan lapar / berpuasa.

Kedua : Sifat Anjing itu Tidak tidur di malam hari kecuali sedikit saja.
Hal ini menjadi salah satu sifat dari orang-orang shaleh yang ahli Tahajud.

Ketiga : Sifat Anjing itu, Kalaupun sehari ia diusir seribu kali, ia tidak akan hengkang dari pintu rumah tuannya. Inilai salah satu sifat dari orang-orang shidik.

Keempat : Sifat Anjing itu, bila ia mati pantang meninggalkan warisan yang berlebihan. Inilah ciri-ciri orang Zuhud.

Kelima : Sifat Anjing itu, selalu merasa puas meski menempati bumi di tempat yang paling hina sekalipun. Inilah salah satu tanda dari orang-orang yang ridho terhadap ketentuan Allah.

Keenam : Sifat Anjing itu memandangi setiap orang yang memandanginya sampai dilemparkan kepadanya sesuap makanan. Inilah sifat orang yang sabar dalam menunggu rizki.

Ketujuh : Sifat Aning itu, kalaupun diusir dan ditaburi debu, ia tak akan marah dan mendendam tuannya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang asyik (rindu bertemu tuhan).

Kedelapan : Sifat Anjing itu, jika tempatnya ditempati oleh orang lain, ia rela menyingkir ke tempat yang lain. Inilai sebagian tindakan orang-orang yang terpuji.

Kesembilan : Sifat Anjing itu, apabila diberi makanan sebesar apapun, ia rela menerimanya. Inilah salah satu akhlak orang-orang yang Qona’ah.

Kesepuluh : Sifat Anjing itu, apabila bepergian dari satu tempat ke tempat yang lain, ia tidak pernah membawa bekal yang diada-adakan, melainkan menurut kemampuannya. Inilah ciri-ciri orang yang tawakal kepada Allah

Itulah ke 10 (sepuluh) Keteladanan yang kita dapat pelajari dan amalkan dari sifat seekor Anjing, menurut Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ulama Besar dan terkenal yang berasal Banten.
Semoga Bermanfaat

Senin, 07 Desember 2009

bagimana memahami dan apa yg harus dipahami

percakapan antara sufi mistik yg bernama Simab dengan seorang bangsawan yang bernama Mulakab dikekalkan dari mulut ke mulut sebagai sebuah dialog yang sering dipentaskan oleh guru-guru sufi yang mengembara.
Mulakab : "katakanlah kepadaku sesuatu mengenai filsafatmu sehingga aku dapat memahaminya"

Simab : "engkau tidak dapat memahami jika engkau belum mengalami"

Mulakab : "aku tak harus memahami sebuah kue untuk mengetahui apakah kue itu buruk"

Simab : "jika engkau melihat seekor ikan yang elok dan mengiranya sebagai sebuah kue yang buruk, maka lebih sedikit hal-hal lain yang perlu engkau pahami sedang engkau harus memahami hal ini dengan lebih baik dan lebih banyak daripada hal-hal lain itu"

Mulakab : " tetapi mengapakah engkau tidak meninggalkan kitab-kitab dan khotbah-khotbah jika pengalaman merupakan keharusan?"

Simab : "karena yang lahiriah itu adalah pengantar kepada yang bathiniah. kitab-kitab akan mengajarkanmu kepadamu beberapa hal mengenai aspek-aspek lahiriah dari yang bathiniah. dan demikian halnya dengan khotbah-khotbah.tanpa kitab dan khotbah engkau tidak akan memperoleh kemajuan."

Mulakab : "mengapa tanpa kitab kita tidak mungkin memperoleh kemajuan??"

Simab : "alasannya adalah sama dengan mengapa tanpa kata-kata kita tak mungkin dapat berpikir. kita telah dibesarkan bersama kitab-kitab, pikiran-pikiran kita telah sedemikian berubahnya karena kitab-kitab serta khotbah-khotbah, karena mendengar serta berbicara sehingga batin kita hanya bisa berkata-kata kepada kita mengenai hal-hal yang lahiriah, betapapun kita berlagak bahwa kita dapat menghadapi hal-hal yang pelik"

Mulakab : "apakah hal ini berlaku bagi setiap orang??"

Simab : "hal ini berlaku bagi siapa saja, terutama sekali bagi manusia-manusia yang menyangka bahwa hal ini tidak berlaku bagi mereka"

barbari dan sufi palsu

Barbari sang guru sufi ,berlagak sebagai seorang murid dengan teratur menghadiri pertemuan-pertemuan dengan seorang sufi palsu yg menyangka bahwa Ia mngajarkan jalan yang sejati.
setiap kali Barbari, sang guru sufi, hadir dalam pertemuan itu ia mengajukan sebuah pertanyaan yg membingungkna tokoh orang yang disangka sebagai sufi itu.
setelah terpaksa menyentak sang guru sufi untuk kesekian ratus kalinya,maka si sufi palsu berseru kepada Barbari: "telah dua belas tahun lamanya engkau kemari, dan segala pertanyaanmu yang aneh2 itu hanyalah variasi-variasi dari pertanyaan yang baru saja engkau ajukan!"
"ya" aku tahu!" jawab Barbari," tapi kesenangan yg ku peroleh dari kegusaranmu yang sedemikian hebatnya adalah satu-satunya sikapku yang buruk...

hikmah dari timur

dikisah kan bahwa sebagai suatu demonstrasi,Rumi telah memberkati sebuah batu biasa,dengan sifat-sifat tertentu,sehingga orang-orang yg melihatnya mengira batu itu adlah mirah delima.jika batu itu dijualkepada ahli permata maka hargany adalah 100ribu dirham.
tetapimengenai perubahan batu itu Rumi mengatakan:
"menggunakan mustika sang filosofi untuk mengubah tembaga menjadi emas adalah suatu yg menakjubkan" "namun yg lebih menakjubkan adlahkenyataan bahwa dari saat ke saat mustika sang filosofi (manusia) berubah menjadi tembaga oleh karena kelalaian.