al kisah ada seorang dokter muda berjalan di pedalaman yang jauh. Di sebuah terletak di ujung jalan, ia merunduk masuk. Pasiennnya seorang anak berusia 12 tahun yang bermata besar berkulit hitam dan berkata tiap kali demamnya membaik : “ Pak dokter, terima kasih.”
Dokter itu cepat-cepat berlalu, menahan sesuatu di hatinya, seperti kemarin dulu menahan air matanya. Ia tahu anak itu tak punya harapan sembuh dan Ia tahu anak itu tahu.
Tapi dokter itu tak tahu bahwa tiap kali ia melewati jalan di pulau yang sangat jauh itu ia sebenarnya telah memberikan HARAPAN yang lain. Tidak lebih kuat daripada maut, barangkali, tapi lebih tinggi. Sesuatu yang timbul karena persentuhan kebaikan. Sebuah harapan yang kuno sekali. Sebuah harapan ketika seorang manusia berucap “terima kasih” kepada kehadiran seorang manusia lain...biarpun dalam situasi yang paling mustahil.
Tapi pesimisme tetap saja terasa lebih beralasan bukan ?
Sebab besok mungkin kita ketabrak truk. Besok mungkin seorang yang paling kita cinta pergi dan tak kembali. Tahun depan mungkin pekerjaan yang paling kita banggakan lepas.
Pesimisme memang sering lebih mudah datang ke dalam pikiran kita ketimbang optimisme, seperti halnya kemungkinan kita untuk menemui nasib buruk dan kesusahan lebih besar daripada menemukan durian runtuh. kalkulasi di antara keduanya sangat berbeda drastis. Lebih banyak orang tewas dalam kecelakaan lalu lintas dibanding yang mendapat undian. Lebih banyak orang yang kebakaran dibanding yang mendapat hadiah Nobel.
Tapi kenapa toh kita masih berjalan terus, sering dengan muka riang ? Barangkali zat-zat dalam diri kita terdapat kesadaran kita, sejak nenek moyang, harapan sudah dinisbatkan dengan erat, diikat oleh bulu-bulu entah apa namanya.
Mereka yang pernah menderita memang tahu. Siapa yang hanya hidup dengan fikiran “aku akan ketabrak truk”, rumah sudah akan roboh pagi-pagi di tengah sarapan paginya yang masih tersisa.
Di dalam sebuah bioskop kecil di kota kecil. Penonton riuh berteriak saat terlihat adegan seorang pemuda pemberani menaikki tiang bendera, merobek merah putih, ketika pertempuran terjadi.....
Pemuda itu tewas. Tapi ada yang lebih besar ketimbang mati. Bahkan ada yang lebih besar dari sebuah kekalahan yang panjang.
Masih ingat seorang dokter muda berjalan di pedalaman yang jauh dan seorang anak yang hampir mati yang berbisik “terima kasih”?
Ya, itulah HARAPAN.
Dan para penonton di bioskop kecil itupun tahu : manusia lebih baik dari sekedar yang diteriakkan...maka dari itulah kita harus bersiap-siap tuk hadapi keburukan dan kegagalan, dari pada mempersiapkan tuk pesta keberhasilan,karena keberhasilan itu belum pasti, tapi kegagalan selalu menunggu kita di dunia ini...bersikaplah optimis dan berfikir positiflah agar kegagalan itu dapat dihadapi dengan mudah...dengan itu semua maka akan terbitlah sebuah harapan hidup...
WAllahu A'lam bishowaab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar